Pemeriksaan Vagina dalam persalinan : Haruskah?
Setiap kali ngobrol dengan para ibu yang pernah melahirkan, baik saat itu dia datang ke kelas saya di hamil kedua atau berikutnya, maupun ketika kami bertemu saat kunjungan paska persalinan (kunjungan nifas), saat saya bertanya seputar pengalaman yang tidak menyenangkan selama proses persalinan (berkaitan dengan tindakan atau intervensi), sebagian besar mengatakan = Pemeriksaan Vagina/ Pemeriksaan Dalam/ Vaginal Toucher (VT) adalah hal yang paling dirasa tidak nyaman.
Bahkan tidakan VT ini sering kali menjadi salah satu tindakan yang traumatic.
Kalau dilihat dari kacamata klien (ibu) tentu nya klien akan sangat senang sekali apabila selama proses persalinan normal mereka tidak ada intervensi apapun termasuk pemeriksaan vagina (VT). Namun di sisi lai VT sangat berguna bagi kami (provider) dalam beberapa situasi. Namun sebenarnya penggunaan VT secara rutin dalam upaya menentukan kemajuan persalinan mulai dipertanyakan saat ini.
Ada banyak penelitian yang mulai mempertanyakan asuhan dengan pendekatan yang terpusat pada pembukaan servik / Cervix centris. Nah saya berharap postingan artikel ini menginspirasi Anda untuk mempertimbangkan kembali keyakinan dan praktek Anda mengenai pemeriksaan VT secara rutin ini.
Sejarah VT
Terkadang sayapun dibuat heran, mengapa kita bisa sangat terpaku pada sebuah area atau organ yang sangat kecil di tubuh wanita? Saat berkaitan dengan proses persalinan yang sebenarnya begitu komplek dan multidimensi? Saat saya membaca sebuah artikel yang di tulis oleh Dahlan et al. (2013) yang membahas tentang VT, tampaknya tindakan VT ini sudah dilakukan sejak dahulu kala, namun, tindakan ini biasanya dilakukan untuk kasus patologi atau kelainan, misalnya pada saat persalinan, di duga ada presentasi janin yang tidak biasa (sungsang/kepala tidak optimal. misalnya presentasi muka, puncak kepala, dahi dll) artinya VT digunakan untuk melakukan penilaian terhadap sebuah komplikasi. sebuah buku kebidanan dari prancis mengatakan demikian: “Too much vaginal meddling is bad too: the best thing is to wait patiently, alert to all cues” – French midwife Madame du Coudray [1563-1636] yang artinya terlalu banyak campur tangan di vagina akan berakibat buruk juga, jadi ada baiknya kita bersabar. ini dikutip dalam artikel Dahlen et al 2013.
pemberian asuhan kebidanan bahkan intervensi medis yang dilakukan saat ini dipengaruhi oleh gagasan bahwa tubuh dapat dipahami seperti mesin, dengan bagian-bagian berbeda yang dapat dipelajari dan dipahami secara terpisah. tubuh ibu bersalin di bagi menjadi bagian-bagian fisik – rahim, leher rahim, bayi – dan tentunya dengan sangat sistematis, sebuah pemahaman tentang kemajuan proses persalinan di buat secara linear (McCourt 2010). sehingga dalam buku diktat kebidanan modern. sehingga pada 1970-an, berdasarkan pendekatan reduksionis dan linear ini, partogram menjadi patokan dalam proses penilaian kemajuan persalinan secara medis. Tujuan dari pembuatan partogram adalah untuk mengukur dan mengontrol kemajuan persalinan dengan memplot dilatasi serviks ke dalam sebuah grafik, bersamaan dengan pengukuran turunnya kepala bayi. Jika serviks tidak membuka sepanjang waktu yang ditentukan (1cm per jam), maka proses persalinan dianggap “gagal” atau “tidak mengalami kemajuan” sehingga intervensi untuk memicu agar terjadi kemajuan dalam persalinan diberikan, yaitu. dipercepat dengan ARM (Artificial Rupture Membran/ pemecahan selaput ketuban) atau pemberian induksi dengan oksitosin sintetik.
Update Ilmu Terkini : pemahaman baru dan kontradiksi
Dalam beberapa tahun terakhir, pengetahuan baru tentang fisiologi proses persalinan dan penelitian terbaru telah menantang asuhan kebidanan dengan pendekatan yang berpusat pada serviks atau disebut (the cervical-centric approach) untuk penilaian kemajuan persalinan. beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola /pattern dalam proses persalinan seorang wanita tidak selalu sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh partogram. A Cochrane Review (2013) yang meneliti tentang penggunaan partograms di persalinan normal menyimpulkan bahwa:
we cannot recommend routine use of the partogram as part of standard labour management and care
yang artinya Atas dasar temuan ulasan dari penelitian tersebut, kita tidak bisa merekomendasikan penggunaan rutin partogram sebagai bagian dari standart asuhan dan management dalam asuhan kebidanan. Partograms dan VT akan saling berkaitan – mengisi partogram membutuhkan pemeriksaan vagina rutin untuk “dimasukkan” dan dinilai dan dituangkan ke dalam grafik. Namun, tidak ada bukti bahwa VT secara rutin dalam persalinan meningkatkan hasil bagi ibu maupun bayi. A Cochrane Review (2013) menyimpulkan bahwa: “Kami mengidentifikasi ada bukti yang meyakinkan untuk mendukung, atau menolak, penggunaan pemeriksaan vagina rutin dalam proses persalinan …” (Downe et al 2013.). Studi terbaru lain (Ferrazzi et al. 2015) menemukan bahwa dilatasi serviks selama persalinan alami spontan adalah non-linear dan tak terduga.
Tanpa bukti yang cukup untuk penggunaan partogram, atau VT rutin pasti akan ada perdebatan di kalangan akademisi hal ini. karena bagaimanapun juga penggunaan partogram sudah dilakukan sejak lama dan diyakini menjadi sesuatu yang benar oleh kalangan tenaga kesehatan, dan Sayangnya kita sangat serviks-centric yang mana solusi yang diusulkan dalam asuhan persalinan masih melibatkan pengukuran serviks. maka, Zhang et al. (2015) dalam penelitian mereka mengatakan demikian :
Forcing a deceleration phase to be part of the labor curve may have artificially raised the speed of progression in the active phase with a particularly large impact on earlier labor between 4 and 6 cm. Finally, any labor curve is illustrative and may not be instructive in managing labor because of variations in individual labor pattern and large errors in measuring cervical dilation. With the tools commonly available, it may be more productive to establish a new partogram that takes the physiology of labor and contemporary obstetric population into account.
dan Pada Konferensi ICM di Praha (2014) dan di hasil penelitian dari Universitas California (silahkan buka link disini ) itu diusulkan bahwa pencatatan kedalam partogram (yaitu. jam) harus dimulai saat pembukaan 6 cm. bukan pembukan 4 cm ini bertujuan untuk menghindari intervensi yang tidak perlu.
memang, diakui setelah mengerti tentang banyaknya penelitian ini, tentu akan ada juga keengganan untuk mengubah kebijakan rumah sakit, didukung oleh kebutuhan untuk mempertahankan norma-norma budaya. dis sisi lain The Cochrane review pada penggunaan partograms menyatakan bahwa mereka tidak dapat direkomendasikan untuk digunakan selama ‘perawatan persalinan standar’: “Mengingat fakta bahwa partogram saat ini digunakan secara luas dan berlaku umum, tampaknya wajar, sampai bukti kuat tersedia, bahwa penggunaan partogram harus ditentukan secara lokal. “karena Sekali lagi, intervensi dilaksanakan tanpa bukti memerlukan bukti ‘kuat’ sebelum dihapus. Kenyataannya adalah bahwa kita tidak mungkin untuk mendapatkan apa yang dianggap sebagai ‘bukti kuat’ (yaitu. penelitian dengan sistem randomised controlled trials) karena etika penelitian dan budaya dalam proses bersalin. dan sampai saat ini Pedoman untuk perawatan asuhan persalinan yaitu terus melakukan VT setiap 4 jam sekali dan referensi satu sama lain daripada setiap penelitian yang sebenarnya untuk mendukung ini (NICE, Queensland Health). hal yang menarik adalah sejauh ini proses persalinan tidak selalu dapat diprediksi lama nya. tidak selalu setelah seorang ibu mengalami pembukaan 6cm lalu akan selalu mengalami pembukaan lengkap 4 jam kemudian. karena sebenarnya ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi kecepatan dan lama proses pembukaan persalinan antara lain seperti konsisi kematangan serviks itu sendiri, kekuatan , durasi dan frekuensi kontraksi tu sendiri serta bagaimana perilaku serta mind set seorang ibu bersalin. bisa saja jam 10.00 wib seorang ibu di VT dan dinyatakan pembukaan 6 cm, lalu ternyata 1/2 jam kemudian pembukaan lengkap. Nah yang menimbulkan pertanyaan “mengapa repot-repot melakukan VT”?
Wacana serviks-centric begitu tertanam pada mindset kita. Meskipun seorang bidan selalu mengedukasi dan mendukung seorang ibu serta mengatakan pada mereka untuk ‘percaya diri’ dan ‘mendengarkan tubuh mereka, tetap saja bidan mendefinisikan proses persalinan mereka melalui berapa centimeter. walaupun tidak jarang ketika seorang bidan menyatakan : “ibu ini belum dalam persalinan, dia baru mbuka 2cm”. tapi tau tau setengah jam kemudian si ibu tersebut tiba tiba ingin mengejan dan saat di vcek lagi ternyata kepala bayi sudah mau keluar. di sisi lain, tidak sedikit juga seorang ibu yang saat dilakukan pemeriksaan vagiba (VT) di nyatakan telah mengalami pembukaan 8 cm namun selama berjam jam (lebih dari 2 jam) tetap saja 8 cm dan tidak ada kemajuan. bahkan pengalaman saya sendiri, jam 21,00 saya pembukaan 7 cm (yang mana dokter SPOG menyatakan 3 jam lagi saya diperkirakan melahirkan dan prematur) ternyata meleset. karena saya baru melahirkan sekitar 8 minggu kemudian.
pada beberapa ibu ibu yang memilih “anti mainstream” kemudian melahirkan dirumah atau bahkan melahirkan sendiri biasanya tidak memikirkan atau memusingkan seberapa lebar serviks saya membuka. namun terlepas dari pengetahuan dan keyakinan sebelumnya, saat ini sudah membudaya bahwa seorang ibu bersalin selalu “kepo” atau ingin tahu seberapa besar proses pembukaan nya karena ada keyakinan bawah sadar yang mendalam bahwa leher rahim dapat memberikan jawabannya. (Machin & Scamell 1997). bahkan selama beberapa tahun kemaren, sebagian besar VT saya lakukan karena desakan para ibu bersalin, karena mereka ingin tahu kemajuan proses persalinan mereka.
melakukan VT atau pemeriksaan dalam tentu tidak sembarangan. seorang wanita butuh informasi yang jelas, tentang konsekuensi potensial dari VT dan Andapun butuh persetujuan dari mereka sebelum melakukan VT.
nah berikut ini beberapa hal yang seringkali dipikirkan tentang VT:
- VT adalah tindakan invasif dan sering kali terasa menyakitkan bagi ibu (terutama yang pertama kali): Ada penelitian tentang pengalaman dilakukan VT yaitu (surprise). Kebanyakan ibu menyatakan sakit, beberapa melaporkan ‘puas’ dengan pengalaman VT mereka, bahkan beberapa ada yang merasa trauma (Dahlen et al. 2013). dan saya sangat tertarik dengan pendapat Anda tentang pengalaman dilakukan VT
- Temuan hasil pemeriksaan bisa saja menyesatkan: hasil pemeriksaan servik yang di lakukan tidak selalu signifikan dengan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu, temuan tidak dapat secara efektif menginformasikan keputusan tentang obat penghilang rasa nyeri atau intervensi lain (meskipun hal ini sering alasan diberikan untuk melakukan intervensi tersebut).
- Pengukuran yang subjektif dan tidak konsisten antara praktisi: Ketepatan antara praktisi kurang dari 50% (Buchmann & Libhaber 2007). ini bener banget. karena hasil pemeriksaan antara satu petugas dengan petugas lain belum tentu sama. saat melakukan VT, bisa saja saya menyatakan bahwa sang ibu saudah pembukaan 3cm. namun ketika diperiksa ulang oleh orang lain, DSOG misalnya bisa saja menurut beliau masih pembukaan 1 cm longgar. Nah …mana yang benar?
- VT seringkali membuat kita mengabaikan pengetahuan wanita itu sendiri dan memperkuat ‘ahli eksternal’ yaitu pendapat kita: Seringkali temuan tidak cocok dengan pengalaman para wanita dan hasilnya dapat melemahkan. misalnya seorang ibu datang ke RS dan saat dilakukan pemeriksaan dalam dinyatakan pembukaan 2 cm. sehingga ibu tersebut diminta untuk tiduran saja di kamar perawatan, namun setengah jam kemudian sang ibu merasakan dorongan yang sangat kuat serasa ingin mengejan. ketika melaporkan sensasi tersebut kepada bidan jaga, seringkali bidan jaga tidak percaya bahkan tidak memperbolehkan ibu tersebut mengikuti insting mereka. nah karena dorongan terlalu kuat sang ibu tidak bisa menahan baru bidan tersebut benar benar melakukan check ulang dan yang terjadi adalah ibu ini sudah pembukaan lengkap dan kepala sudah di pintu vagina. jadi..bagaimana dengan hasil VT 2 cm di setengah jam sebelumnya tadi?
- VT dapat mengakibatkan pecah membran/ selapt ketuban: ini mengubah proses kelahiran dan meningkatkan risiko untuk bayi.
- VT dapat meningkatkan kemungkinan infeksi (Dahlen et al. 2013).
lalu jika tidak melakukan VT, darimana kita bisa menentukan kemajuan proses persalinan? berikut ini cara lain untuk mengetahui
Yang benar adalah bahwa tubuh seorang wanita sangatlah kompleks, unik dan beragam. Kelahiran adalah pengalaman multidimensi yang tidak dapat didefinisikan secara akurat oleh siapa pun di luar dari pengalaman. Kami – mereka yang melahirkan dan / atau mendampingi proses kelahiran – pasti tahu persis mengenai ini. untuk melihat sebuah proses persalinan kita sebenarnya harus sangat peka dengan bagaimana cara dia (ibu bersalin) bergerak, “Penelitian lain juga dijelaskan pendekatan ini dilakukan juga untuk melakukan penilaian persalinan. Dixon et al. (2014) dipetakan penelitian mereka tentang perjalanan emosional tenaga kerja dengan temuan dari studi sebelumnya, dan terintegrasi dengan fisiologi. Duff (2005) mempelajari perilaku ibu bersalin selama persalinan dan menciptakan alternatif ‘partogram’ berdasarkan temuannya. Ada juga perubahan fisik yang terjadi pada tubuh ibu selama persalinan yang dapat dilihat dan menunjukkan kemajuan persalinan (misalnya tentang purple line). dan serviks bukan satu-satunya indikator kemajuan persalinan. memang, menilai perilaku ibu bersalin sangatlah individual dan membutuhkan pengalaman dan kepekaan yang tinggi, dan mengandalkan metode ini mungkin menyesatkan dalam beberapa kasus. Tapi hanya mengandalkan VT saja juga bisa jadi tidak akurat dan menyesatkan.
Saran
- Berhati-hati dalam berbahasa dan cara kita berkomunikasi tentang proses persalinan kepada ibu hamil dan bersalin. Berhenti berbicara “hanya”tentang berapa centimeter dan mulai berbicara tentang perilaku dan tanda-tanda lain dari kemajuan persalinan (fisik maupun psikologis).
Selama kehamilan: memberikan informasi yang jujur tentang VT ini, keterbatasan mereka dan potensi konsekuensi; dan alternatif. Ini juga harus mencakup informasi tentang kebijakan dalam pengaturan proses kelahiran yang mereka pilih, dan hak mereka untuk menolak rekomendasi tindakan.
Misalnya, rumah sakit mungkin memiliki kebijakan ‘tiap 4 jam dilakukan VT ‘ – dan sebagai karyawan Anda wajib mengikuti kebijakan. Namun, kewajiban Anda adalah untuk menawarkan VT kepada ibu, tidak memaksa untuk melaksanakannya. karena melakukan VT tanpa persetujuan adalah pelanggaran standar profesional. Jika Anda memberikan wanita dengan informasi yang memadai , dan membuat jelas bahwa ini adalah sebuah ‘tawaran’ berdasarkan kebijakan (bukan kebutuhan Anda sendiri), lalu ibu menolak untuk di lakukan VT. Anda dapat dokumen keputusannya. - Ketika mengkomunikasikan hasi temuan dari VT anda juga harus mengkomunikasikan yang jelas termasuk perubahan lain – misalnya “kepala bayi telah turun, posisi ubun ubun dimana” – dan posisi dan kondisi serviks – “itu melar, lembut, membuka, medial atau posterior atau anterior, melunak berapa persen”. Jika dia membutuhkan angka, sebutkan, tetapi tunjukkan bahwa Angka sebenarnya tidak terlalu penring. Jangan menggunakan temuan ini untuk mendikte perilakunya misalnya. mengejan sekarang atau jangan mengejan sekarang.
semoga bermanfaat
salam hangat
Yesie